Di Balik Luka Ada Rindu: Cerita dan Puisi Tentang Penantian

 



Aku pernah duduk sendiri, menatap langit yang memerah di ufuk barat. Kala itu, senja terasa berbeda ada semacam ketidakberdayaan yang diam-diam menyelinap di dada.

Di depanku, hanya ada pagar berduri yang membatasi pandangan. Tapi entah kenapa, dari balik duri-duri tajam itu, aku merasa seperti sedang menatap seseorang. Seseorang yang pernah begitu dekat, tapi kini seperti jauh dan asing.

Terkadang hidup memang seperti itu. Ada banyak hal yang terlihat indah, tapi justru terasa sulit digapai. Kita hanya bisa berdiri diam, melihatnya dari jauh, dengan luka-luka yang tak kasatmata.

Dari perasaan itu, lahirlah sebuah puisi sederhana. Bukan puisi tentang cinta yang manis, tapi tentang rindu yang terhalang, tentang keinginan yang terbentur kenyataan.

Berikut puisinya:

Langit senja yang memerah
Di balik pagar berduri
Aku berdiri
Menatap sosok dirimu yang begitu merekah

Kau dan aku terhalang sekat
Pagar berduri menyayat kaki
Aku ingin bersamamu walau sesaat
Tapi... apakah kau mau menanti?

Kadang kita hanya bisa menunggu tanpa tahu jawaban apa yang akan datang. Tapi bukankah menanti juga salah satu bentuk keberanian? Meski tahu ada luka, aku tetap memilih untuk berdiri di sini — di balik duri, di antara langit yang terus berubah warna.

Kalau kamu pernah merasa seperti ini juga — rindu tapi terhalang — boleh bagikan ceritamu di kolom komentar. Kita belajar saling mendengarkan.

Terima kasih sudah membaca. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senjara

Dimana Langit Tak Pernah Sama